Barangkali tidak ada buku dan film, yang menghebohkan sedemikian ‘dahsyat’, seperti karya janda satu anak J.K. Rowling ini. Ketika di premierkan di London, misalnya, film berjudul Harry Potter and the Sorcerer’s Stone itu dihadiri oleh para selebriti dunia. Termasuk diantaranya Sting, Duchess of York (Istri Pangeran Andrew) dengan dua putrinya (Princess Beatride dan Eugenie), Jerry Hall yang mantan istri rocker andal Mick Jagger, penyanyi Cher yang tahan karir, bintang Spice Girl Emma Bunton dan seabrek lainnya.
Film yang dibuat dengan biaya 120 juta dolar itu (tampaknya besar) diperkirakan akan menghasilkan…miliaran dolar. Berarti keuntungannya sangat luar biasa. Ratusan kali lipat dari modal!
Minimalnya, hingga pertengahan 2002, film tersebut masih akan diputar di seluruh penjuru dunia. Meski pemutarannya di banyak Negara dilakukan serentak. Di Amerika misalnya, film itu diputar di lebih dari 4.000 gedung bioskop atau theater. Melebihi rekor film Shrek yang hanya 3.715 theater.
Apa yang menyebabkan heboh luar biasa itu? Pertama, tentu bukunya sendiri. Buku Harry Potter ini dibuat 7 seri. Sekarang 2005, sudah sampai 6, jadi masih ada satu seri yang harus diselesaikan Rowling.
Tapi dari 4 buku saja, sudah terjual 116 juta eksemplar. Dan hingga seri 6, sudah terjual 270 juta eks. Diterjemahkan ke dalam 47 bahasa, dan dicetak di lebih dari 200 negara.
Ketika akan dibuat film, Rowling menolak kalau para pemerannya dari Amerika Serikat. Rowling agaknya fanatik Inggris. Tapi barangkali dia punya pikiran begini : orang yang dapat menggambarkan watak inggris, hanyalah orang inggris.
Karena masa depannya sangat cerah, Warner Bros mengalah. Dan ternyata benar, Harry Potter meledak luar biasa! Tapi Warner Bros tidak melulu mengandalkan kenyataan bukunya menjadi bestseller di seluruh dunia. Mereka pun melakukan kampanye besar-besaran, khususnya di Amerika, di hamper semua jalan, ada saja Harry Potter atau kawan-kawannya. Selain poster, tentu saja segala macam yang dimungkinkan, dari kaos, gantungan kunci, hingga peralatan yang dimiliki Harry Potter.
Singkatnya perusahaan film itu berkampanye habis-habisan untuk mematangkan public menyambut kedatangan fim tersebut. Akibatnya, meski film itu sendiri belum diputar, publik sudah memberinya pujdalam bentuk : ratingnya termasuk ‘jenderal besar’ alias 5 bintang!
Perusahaan minuman Coca Cola yang juga melihat potensi pasar yang luar biasa, mengerahkan pula jutaan dolar untuk menangguk ‘keuntungan di air bening’. Mereka, misalnya menyediakan 29 juta produk mereka kemasan 20 ons, untuk… diberikan gratis kepada masyarakat.
Tentu semua dengan embel-embel Harry Potter. Bahkan untuk memancing seluruh anggota keluarga, perusahaan itu juga menyediakan hadiah khusus yang membuat fans ngiler, kunjungan ke kastil Hogwarts untuk 100 keluarga Amerika (berarti empat orang, dua orangtua, dua anak).
Karena sukses luar biasa itu pula, maka Warner Bros langsung menyiapkan Harry Potter Part II, atau judul aslinya Harry Potter and the Chamber of Secret. Fim ini langsung mulai syuting begitu Part-1nya dirilis 16 November.
Karena kemungkinan masa depannya yang luar biasa, maka Part III-nya langsung digarap pula. Paling tidak skenarionya yang dilakukan oleh Steven Moves. Ada diberitakan juga tokoh besar perfilman Hollywood, Spielberg, tertarik membuat Harry Potter ini, khususnya Part IV.
Kurang jelas apakah ambisi Spielberg ini dapat terwujud atau tidak. Tapi kalau Rowling mengangguk, mungkin hasilnya akan lebih spektakuler. Bagaimanapun : nama Spielberg merupakan jaminan!
Tapi di tengah hiruk pikuk sambutan luar biasa terhadap buku dan film Harry Potter, mencuat berita mengejutkan : Pastor Jack Brock dari New Mexico, siap membakar buku-buku Harry Potter itu karena dinilai “sangat membahayakan” pendidikan anak-anak.
“Buku-buku Harry Potter telah menghancurkan kehidupan anak-anak!” katanya sengit. “Mendorong mereka (anak-anak) percaya pada sihir dan mantra. Dan itu berarti menghina Tuhan!”.
HARRY POTTER DIPUJA, HARRY POTTER DIGUGAT
PASTOR Jack Brock (74) dari New Mexico menilai, buku maupun film Harry Potter sangat membahayakan pendidikan anak-anak. Jack Brock kemudian berkampanye agar buku-buku Harry Potter dibakar. Dan kepada mereka yang telah membaca atau menikmati buku-buku Harry Potter, diharapkan "segera bertobat dan membersihkan diri dari menyembah setan!"
Kemungkinan besar, Jack Brock adalah orang pertama yang memberikan reaksi sangat keras pada buku maupun film Harry Potter. Tapi pengarang buku itu, J.K. Rowling, tidak gusar pada reaksi keras itu. Pertama, karena yang bereaksi negatif nyatanya tidak banyak. Kedua, Rowling telah bertemu dengan ribuan anak pembaca bukunya, dan tak seorang pun yang mengindikasikan mereka telah 'menyembah setan' hanya karena membaca Harry Potter. Ketiga: secara umum Harry Potter diterima dengan oleh publik dunia. Terbukti, jilid baru selalu disambut lebih dibanding buku-buku sebelumnya!
Meski secara terbuka reaksi keras atas Harry Potter tidnk banyak, tapi dari sudut pandang agama, dunia sihir men dilarang. Sihir identik dengan setan. Karena itu, pelakunya be penyembah setan! "Tidak ada itu yang namanya sihir putih atau sihir hitam!" I seorang pemuka agama. "Sihir tetap sihir. Dilarang agama!"
J.K. Rowling sendiri menolak dituduh sebagai 'penganjurklenik’ atau 'dunia setan'. "Sungguh saya heran, kalau ada pembaca) berpikiran saya penganjursihiryangserius," katanya. "Saya send justru tidak percaya kepada ilmu sihir, dalam arti sebagain yang mereka bicarakan!"
Rowling tertarik pada dunia sihir, hanya sebatas pada 'keajaibannya'. Atau pada sensasi yang dibuatnya. "Saya pikir sumber ini (dunia sihir ini) sangat menyenangkan. Merupakan seni Sihir selalu menjadi tema literatur anak-anak sepanjang manustfi ada!" katanya penuh keyakinan.
Toh begitu, kalau ada orangtua melarang anak-anaknya membaca Harry Potter, Rowling oke-oke saja. "Tak jadi masalah," katanya. Sebab mereka melarang atau tidak melarang, memang hak mereka. "Tapi kalau mereka (para orangtua) melakukan sensor (atas buku-buku Harry Potter), saya menentangnya dengan keras. Sebab buku menjadi tidak utuh lagi!"
KEGILAAN pada Harry Potter memang luar biasa. Menjelang jilid keempat dilempar ke pasar Juli 2001, misalnya, terlihat pemandangan menakjubkan ini: sejak pukul 15.00, jutaan anak (sebagian ditemani orangtua) telah antre di depan toko buku. Padahal, buku baru dijual keesokan harinya. Hal ini juga terjadi pada buku kelima dan keenam.
Tapi karena jutaan anak itu ingin 'memperoleh kesempatan pertama' membeli buku tersebut, maka, mereka rela... menginap di depan toko buku. Caranya dengan mendirikan kemah. Atau membawa kantong tidur. Lebih menakjubkan: jutaan anak itu berpakaian ala Harry Potter, lengkap dengan 'guratan halilintar' di wajah mereka. membawa sapu, tongkat sihir, dan sebagainya.
Dan ketika toko buku itu dibuka, terjadilah penumbangan rekor ini hanya dalam beberapa jam saja, 5,3 juta eksemplar buku Harry Potter sudah ludes terjual. Berarti, sekitar 1,8 juta anak lainnya, harus menunggu... cetakan kedua. Bisa seminggu. Bisa setengah bulan. Bisa pula satu tahun! Begitulah keranjingannya anak-anak pada Harry Potter.
Dapat dimengerti, kalau Daniel RadclifFe, pemeran Harry Potter, ternganga-nganga melihat reaksi masyarakat terhadap permainannya. Diayang dikenal sebagai anak pemalu. Diayang semula 'tanpa nama' meski pernah main dalam beberapa film atau sinetron. Kini mendadak jadi... selebriti dunia! Ketika ditanya bagaimana perasaannya, setelah memerankan Harry Potter, Daniel hanya menjawab singkat: "saya menjerit!" Menjerit takjub. Menjerit tak percaya. Menjer Sebab, ternyata, untuk memperoleh peran it mengalahkan tidak kurang 2.000 kandidat atau mereka umumnya anak Amerika—yangtampaknya I menghadapi Harry Potter.
Terbukti pula: ketika "pencalonan" dibuka lewat internet, tak kurang 40.000 anak tertarik dan ingin sekali memerankan Harry Potter. Jadi, kalau jumlah itu digabung dengan 2.000 yang menjadi kandidat, berarti Daniel Radcliffe telah mengalahkan minimal 42.000 anak yang bernafsu memerankan Harry Potter yang menghebohkan itu!
DUNIA ANAK SELALU MENJADI IMPIAN PENGARANG
LAHIRNYA buku bestseller, kadang memang aneh. Agatha Christie mulai menulis novel misteri atau dunia kriminal, karena diejek saudaranya yang tidak yakin Agatha bisa menulis. Apalagi menyamai pengarang yang ia kagumi, yaitu Sir Arthur Conan Doyle pencipta detektif Sherlock Holmes yang masyhur itu.
Agatha merasa tertantang oleh ejekan saudaranya itu. Diapun habis-habisan menggarap novel kriminal tersebut, sampai kemudian terbukti sangat laris dan menjadi bestseller. Dan membuatnya kaya raya.
Barbara Cartland sejak muda ingin punya suami bangsawan kaya. Atau, lebih tepatnya ibunya mengharuskan Cartland punya suami orang kaya dan terhormat, atau bangsawan. Perjalanan hidupnya memaksa Cartland jadi wartawan. Dari situlah Cartland kemudian mewujudkan impian ibunya, tapi dalam bentuk novel percintaan.
Ketika Cartland sendiri kemudian menikah dengan bangsawan kaya, 'tema novel' itu memperoleh pijakannya yang sangat kuat. Karena hampir seluruh novel asmara Barbara, 'tema sentralnya' tak pernah berubah: impian ibunya.
Joanne Kathleen Rowling, pencipta seri Harry Potter yang kini tengah 'menguasai dunia', juga mirip seperti itu: menjadi pengarang bestseller 'secara tak sengaja'. Pada mulanya, Rowling penggemar anak-anak. Dia sering membacakan buku untuk mereka. Karena kegemarannya itu, Rowling harus rajin mencari buku-buku yang bisa dibacakan kepada mereka. Makin hari makin banyak, sehingga bisa dibilang 'ribuan cerita anak' kemudian mengendap di dalam kepalanya. Dalam memorinya. Dalam bawah sadarnya. Dalam mimpinya.
Meski telah menjadi mahasiswa yang menekuni bahasa Prancis di Universitas Exeter, kegemaran itu terus berlanjut. Apalagi kalau menjumpai buku (anak-anak) yang menggemaskan, mencekam, menguasai seluruh perhatiannya. Buku-buku itu, dengan nama pengarangnya, akhirnya menjadi 'sahabat utamanya'.
Rowling kemudian bekerja sebagai sekretaris. Lalu menikah dengan wartawan televisi Portugal, dan pindah ke negara suaminya itu. Selain mengajar bahasa Inggris, Rowling bisa dibilang 'tak punya pekerjaan'. Seperti halnya lan Fleming sebelum menciptakan tokoh James Bond, Rowling pun berpikir: daripada takada kerjaan, apa salahnya... coret-coret menulis cerita anak?! Itulah embrio kisah-kisah Harry Potter-nya.
"Saya menulis untuk diri sendiri." Artinya: menulis hanya untuk menyenangkan hatinya. Bukan untuk suami. Bukan untuk anak seperti dulu dia sering membacakannya. Kalau toh ada ‘orang lain' di sini, tak lain adalah anak perempuannya, Jessica.
Ide tentang 'dunia sihir' dan 'anak yatim', muncul ketika Rowling naik kereta api dari London menuju Manchester ia sudah bercerai dari suaminya. Dia pergi ke Edinburg mengunjungi kakaknya perempuan.
Mungkin 'bayangan buruk' atas Jessica yang kini jadi yatim, membuat Rowling makin giat mencoret-coret kisah tentang anak-anak yang melibatkan dunia sihir. Dari bacaannya yang sangat banyak, Rowling mengetahui: dunia sihir atau dunia ajaib, dunia aneh-aneh, selalu menarik perhatian anak-anak. "Bagaimana kalau yang 'aneh-aneh' itu kemudian menjadi nyata, real?" pikir Rowling.
Itulah titik tolak Rowling menulis kisah-kisah Harry Potter. "Anak-anak selalu menjadi impian para pengarang." kata Rowling lagi, member! alasan kenapa dia memilih dunia anak untuk buku ceritanya.
Karena perceraian dan tak punya pekerjaan, Rowling harus sangat ngirit selama tinggal di Edinburg. Kemana-mana berjalan, meski tiket bus murah.
Pada setiap ada kesempatan, Rowling melanjutkan coret-coret novel anak-anaknya itu. )uga ketika di kafe, sambil menunggu anak perempuannya, Jessica, bermain. Seperti halnya Ernest Hemingway yang suka mengarang cerita di kafe, begitu pula Rowling. Dan itu berjalan sekitar dua tahun, antara 1993 hingga 1995.
"Saya marah waktu itu," aku Rowling. "Marah kepada diri sendiri, kenapa aku sampai 'menelantarkan' anak perempuanku." Ketika berkunjung ke rumah teman yang punya anak lelaki, Rowling lebih marah kepada diri sendiri: karena anak lelaki itu punya mainanyang sangat banyak di kamarnya, sementara Jessica bisa dibilang 'tak punya apa-apa'. "Aku pulang dan menangis!" aku Rowling mengenai 'pengalaman pahit' bersama anak perempuannya itu.
Depresi dan marah, membuat Rowling lebih bergairah melanjutkan novel dunia sihirnya, meski hanya untuk menyenangkan diri sendiri!
ROWLING MULAI MENULIS USIA ENAM TAHUN 'DARAH SASTRANYA' TURUN DARI IBU
JOANNE KATHLEEN ROWLING dilahirkan pada 1965 di Chipping Sodburry, South Gloucestershire. Rowling beruntung, karena ibunya sangat mencintai dunia buku. Sementara ayahnya insinyur pesawat terbang.
Agaknya, 'darah seni' atau 'darah sastrawannya' memang menitis dari ibunya itu. Masih belum jelas apakah ibunya pencinta buku yang gagal menjadi sastrawan. Tapi kecintaannya pada buku benar-benar menurun deras ke anak perempuannya ini. Pada usia 6 tahun, misalnya, Rowling sudah menulis cerita.
Sejak itu pula, Rowling punya cita-cita jadi pengarang. Cita-cita ini tidak pernah padam, terbukti dia sudah menghasilkan du novel sebelum akhirnya lahir cerita tentang Harry Potter. Novel itu hanya disimpan di laci. Entah akan dibiarkan seperti itu, atau pada akhirnya diterbitkan juga—tentu dengan revisi—setelah namanya terkenal.
Perkawinan JK Rowling dengan wartawan Portugal itu hanya bertahan satu tahun, meski sempat melahirkan satu anak perempuan, Jessica.
Lantas, di mana sebenarnya Rowling mulai menulis Harry Potternya? Ada_yang mengatakan di Edinburg. Ada pula yang mengatakan di Portugal. Tapi menurut Tim Bouquet (The Wizard Behind Harry Potter) kisah itu dimulai corat-coret di Portugal. Berarti saat masih menjadi istri sang wartawan, sekaligus mengajar bahasa inggris.
Setelah cerai, Rowling pergi ke Edinburg, dan tinggal bersama saudaranya, Di, yang jadi pengacara. Lalu tinggal di apartemen sendiri, meski kecil. Rowling harus benar-benar irit.
Rowling kembali jadi guru, di samping mengasuh Jessica dan meneruskan corat-coretnya tentang Harry Potter. "I am a single man. I did and still do write in cafes..."
Seperti Hemingway, tempat yang paling disukai untuk meneruskan corat-coret ceritanya tentang Harry Potter adalah di cafe. Sekalian menunggu anaknya perempuan bermain. Ketika novel pertama seri Harry Potter itu rampung (berjudul Harry Potter and the Sorcerer's Stone), tak satu pun penerbit mau menerimanya. Salah satu yang selalu jadi ganjalan bagi mereka adalah : kisah itu bersetting asrama sekolah. Di samping itu, plot cerita tersebut juga "terlalu kompleks, seperti juga kalimat-kalimat (dalam cerita itu)".
Singkatnya: buku Harry Potter tidak punya prospek bila diterbitkan jadi buku. Tak akan laku!
Tapi Rowling punya pendapat lain: dia yakin bukunya 'akan dibaca orang', meski barangkali tidak akan pernah menjadi bestseller. Sebagai maniak buku, khususnya novel-novel menegangkan atau penuh misteri, Rowling tahu: cerita thriller selalu menarik. Masalahnya tinggal: masyarakat punya kesempatan membaca atau tidak. Artinya: Rowling memang harus menemukan penerbit yang mau mencetaknya menjadi buku. Jadi, bukan harus menuruti penerbit untuk mengubah plot maupun setting ceritanya. Dalam hal ini, Rowling tidak mau kompromi.
Penerbit untuk mengubah plot maupun setting ceritanya. Dalam hal ini, Rowling memang tidak ada kompromi. Dia punya keyakinan sendiri mengenai karyanya itu.
Rowling benar: akhirnya Bloomsburry mau menerbitkannya. Lalu, dengan bantuan 12.000 dolar dari Dewan Kesenian Skotlandia, Rowling meneruskan seri keduanya: Harry Potter and the- Chamber of Secrets.
Rowling memang sudah merencanakan bukunya akan terbit dalam tujuh seri. Hal ini dirancang sejak 1990, ketika ide awalnya muncul. Buku pertama dimatangkan selama dua tahun, 1993 1995. Lalu diterbitkan, tapi royalti pertamanya baru dia terima pada 1997.
Tahu menjadi 'orangtua tunggal' memang tidak mudah, Rowling langsung memasukkan royalti itu ke rekeningnya di bank. "Aku tidak tahu apakah royalti itu akan datang lagi atau tidak." katanya dengan polos. Tapi satu hal pasti: dia gembira akhirnya buku pertamanya dapat diterbitkan!
Buku pertama itu memang tidak dicetak banyak. Dan agaknya yang paling tipis dari semua bukunya yang terbit kemudian. Dapat dipahami: Rowling belum tahu 'reaksi pasar'. Karena itu, dia tidak ingin menulis buku tebal, khawatir penerbit makin takut menghadapinya!
TERJUAL TIGA EKSEMPLAR PUN IBUKU AKAN SANGAT BANGGA!
KARENA mendapat dukungan dana, buku kedua J.K. Rowling, Harry Potter and the Chamber of Secrets, cepat dapat diterbitkan. Berbeda dengan buku pertamanya yang harus 'keliling dari satu penerbit ke penerbit lain' sebelum akhirnya bisa dicetak jadi buku dan diedarkan.
Seperti halnya karya-karya John Grisham, baru buku kedualah yang kemudian benar-benar bom. Meledak di pasar. Nama J.K. Rowling yang semula 'tidak dikenal sama sekali', mulai jadi omongan dari mulut ke mulut. Memuncak ketika buku ketiganya, Harry Potter and the Prisoner of Azkaban, dilempar ke pasar: langsung ke deretan bestseller*.
Kalau semula para penerbit mencibir dan emoh dengar nama J.K. Rowling, kini sebaliknya: hampir semua penerbit iri pada Bloomsburyyang punya 'hak menerbitkan' karya-karya Rowling.
Nama Rowling meroket di angkasa penerbitan buku. Para wartawan menyerbu ke tempat tinggal Rowling, atau di mana pun dia berada, untuk meminta 'wawancara eklusif dengannya. Ironis jadinya: semula Rowling menikah dengan wartawan, lalu 'dibuang', tapi kini... justru wartawan dari seluruh penjuru dunia memburunya!
Rowling yang sebenarnya termasuk wanita pemalu, merasa sangat kerepotan menghadapi serbuan wartawan itu. Apalagi, flat tempat tinggalnya hanya kecil. Itu sebabnya, Rowling lebih sering meninggalkan flatnya dan 'lari' ke mana saja yang aman. Dari situlah terlintas pikiran: harus secepatnya punya rumah sendiriyang besar dan aman, agar kehidupan sehari-harinya tidak terganggu. Juga agar dia dapat menulis lanjutan 'seri Harry Potter' lebih tenang. Selama ini, Rowling memang merasa senang menulis di kafe. Tapi hal itu tak mungkin dilakukan lagi. Dia mudah dikenali publik, dan ini 'sangat berbahaya' bagi privacy-nya.
Tapi Rowling tak perlu khawatir lagi: rekeningnya di bank, makin hari makin panjang deretan nolnya. Apalagi ketika buku keempatnya, Harry Potter and the Goblet of Fire, terbit pula. Ini buku paling tebal. Tapi toh justru... paling laris! Paling cepat lenyap dari rak-rak toko bukuyang memajangnya, karena bahkan sebelum terbit pun, jutaan penggemarnya sudah menanti!
Hingga buku keempatnya itu, diperkirakan Rowling sudah mengantungi royalti sekitar 40 juta dolar, atau lebih dari Rp. 400 miliar. Bayangkan: kalau Rp. 35 miliar saja dapat menggqyang Gus Dur. Lalu Rp. 40 miliar membuat Akbar Tanjung di ujung tanduk. Lantas, apa yang bisa dilakukan Rowling dengan kekayaannya yang Rp. 400 miliar lebih itu? Ditambah dengan honor dari bukunya yang difilmkan Warner Bros, janda satu anak yang baru berusia 37 tahun ini, memang bisa 'membeli apa saja yang diinginkan'. Tapi, tentuyang pertama dilakukan adalah membeli rumah besar. Dan itu sudah dilakukan Rowling. Dia membeli mansion yang dikenal sebagai Killie chassie House. Rumah besar bergaya Skotlandia ini, dibangun seorang jenderal pada 1865, di tepi sebuah sungai yang indah di jantung Skotlandia. "Senang rasanya punya rumah sendiri!" kata Rowling dengan rendah hati. Rowling pernah menangis karena anak tunggalnya, Jessica, tidak punya mainan seperti anak kenalannya.
Dia juga harus berpayah-paj/ah menjadi guru agar tidak kelaparan. Harus jalan kaki ke mana pun pergi, agar bisa mengirit belanja. Kini semua itu 'selamatj tinggal'. Rowling bisa menulis lanjutan seri Harry Potter, bukul kelima, di tepi sungai_yang indah, di lingkungan rumahnya sendiri, tanpa harus terganggu lalu lintas, seperti dulu ketika masih menulis di kafe-kafe. Atau langsung menulis di laptop-nya, sambil menikmati udara sekitar yang sangat sejuk dan menenteramkan.
Rowling kini memang 'bisa membeli apa saja yang diinginkan'. Juga apabila dia menginginkan mobil model terakhir, agar tidak kelelahan berjalan. Tapi, ternyata, yang diinginkan justru... 'kunjungan' ibu kandungnya yang sudah meninggal!
Di saat Rowling menjadi penulis bestseller tanpa landing (khususnya di toko buku), dia justru teringat pada ibunya, yang bagaimanapun telah mewariskan 'bakat sastra' ke dirinya. Ibunya yang maniak buku, benar-benar telah 'memberi tuah berganda' pada janda Rowling.
"miss her daily." aku polos Rowling. "Setiap hari aku kangen padanya. Rasanya aku selalu mendengar suaranya... sungguh sangat menyakitkan!" "Aku yakin ayahku bangga (pada suksesku ini)," katanya lagi. "Tapi yang lebih bangga, tentu ibuku. Sebab buku adalah gairah terbesarnya.
Punya anak perempuan yang bisa menulis buku, past! membuatnya bangga. Bahkan seandainya, aku hanya bisa menjual tiga eksemplar bukuku!" Tiga buku jelas sangat ekstrem. Karena nyatanya, hingga seri keenam, buku Rowling yang terjual sudah mencapai 270 juta eksemplar lebih!
Film yang dibuat dengan biaya 120 juta dolar itu (tampaknya besar) diperkirakan akan menghasilkan…miliaran dolar. Berarti keuntungannya sangat luar biasa. Ratusan kali lipat dari modal!
Minimalnya, hingga pertengahan 2002, film tersebut masih akan diputar di seluruh penjuru dunia. Meski pemutarannya di banyak Negara dilakukan serentak. Di Amerika misalnya, film itu diputar di lebih dari 4.000 gedung bioskop atau theater. Melebihi rekor film Shrek yang hanya 3.715 theater.
Apa yang menyebabkan heboh luar biasa itu? Pertama, tentu bukunya sendiri. Buku Harry Potter ini dibuat 7 seri. Sekarang 2005, sudah sampai 6, jadi masih ada satu seri yang harus diselesaikan Rowling.
Tapi dari 4 buku saja, sudah terjual 116 juta eksemplar. Dan hingga seri 6, sudah terjual 270 juta eks. Diterjemahkan ke dalam 47 bahasa, dan dicetak di lebih dari 200 negara.
Ketika akan dibuat film, Rowling menolak kalau para pemerannya dari Amerika Serikat. Rowling agaknya fanatik Inggris. Tapi barangkali dia punya pikiran begini : orang yang dapat menggambarkan watak inggris, hanyalah orang inggris.
Karena masa depannya sangat cerah, Warner Bros mengalah. Dan ternyata benar, Harry Potter meledak luar biasa! Tapi Warner Bros tidak melulu mengandalkan kenyataan bukunya menjadi bestseller di seluruh dunia. Mereka pun melakukan kampanye besar-besaran, khususnya di Amerika, di hamper semua jalan, ada saja Harry Potter atau kawan-kawannya. Selain poster, tentu saja segala macam yang dimungkinkan, dari kaos, gantungan kunci, hingga peralatan yang dimiliki Harry Potter.
Singkatnya perusahaan film itu berkampanye habis-habisan untuk mematangkan public menyambut kedatangan fim tersebut. Akibatnya, meski film itu sendiri belum diputar, publik sudah memberinya pujdalam bentuk : ratingnya termasuk ‘jenderal besar’ alias 5 bintang!
Perusahaan minuman Coca Cola yang juga melihat potensi pasar yang luar biasa, mengerahkan pula jutaan dolar untuk menangguk ‘keuntungan di air bening’. Mereka, misalnya menyediakan 29 juta produk mereka kemasan 20 ons, untuk… diberikan gratis kepada masyarakat.
Tentu semua dengan embel-embel Harry Potter. Bahkan untuk memancing seluruh anggota keluarga, perusahaan itu juga menyediakan hadiah khusus yang membuat fans ngiler, kunjungan ke kastil Hogwarts untuk 100 keluarga Amerika (berarti empat orang, dua orangtua, dua anak).
Karena sukses luar biasa itu pula, maka Warner Bros langsung menyiapkan Harry Potter Part II, atau judul aslinya Harry Potter and the Chamber of Secret. Fim ini langsung mulai syuting begitu Part-1nya dirilis 16 November.
Karena kemungkinan masa depannya yang luar biasa, maka Part III-nya langsung digarap pula. Paling tidak skenarionya yang dilakukan oleh Steven Moves. Ada diberitakan juga tokoh besar perfilman Hollywood, Spielberg, tertarik membuat Harry Potter ini, khususnya Part IV.
Kurang jelas apakah ambisi Spielberg ini dapat terwujud atau tidak. Tapi kalau Rowling mengangguk, mungkin hasilnya akan lebih spektakuler. Bagaimanapun : nama Spielberg merupakan jaminan!
Tapi di tengah hiruk pikuk sambutan luar biasa terhadap buku dan film Harry Potter, mencuat berita mengejutkan : Pastor Jack Brock dari New Mexico, siap membakar buku-buku Harry Potter itu karena dinilai “sangat membahayakan” pendidikan anak-anak.
“Buku-buku Harry Potter telah menghancurkan kehidupan anak-anak!” katanya sengit. “Mendorong mereka (anak-anak) percaya pada sihir dan mantra. Dan itu berarti menghina Tuhan!”.
HARRY POTTER DIPUJA, HARRY POTTER DIGUGAT
PASTOR Jack Brock (74) dari New Mexico menilai, buku maupun film Harry Potter sangat membahayakan pendidikan anak-anak. Jack Brock kemudian berkampanye agar buku-buku Harry Potter dibakar. Dan kepada mereka yang telah membaca atau menikmati buku-buku Harry Potter, diharapkan "segera bertobat dan membersihkan diri dari menyembah setan!"
Kemungkinan besar, Jack Brock adalah orang pertama yang memberikan reaksi sangat keras pada buku maupun film Harry Potter. Tapi pengarang buku itu, J.K. Rowling, tidak gusar pada reaksi keras itu. Pertama, karena yang bereaksi negatif nyatanya tidak banyak. Kedua, Rowling telah bertemu dengan ribuan anak pembaca bukunya, dan tak seorang pun yang mengindikasikan mereka telah 'menyembah setan' hanya karena membaca Harry Potter. Ketiga: secara umum Harry Potter diterima dengan oleh publik dunia. Terbukti, jilid baru selalu disambut lebih dibanding buku-buku sebelumnya!
Meski secara terbuka reaksi keras atas Harry Potter tidnk banyak, tapi dari sudut pandang agama, dunia sihir men dilarang. Sihir identik dengan setan. Karena itu, pelakunya be penyembah setan! "Tidak ada itu yang namanya sihir putih atau sihir hitam!" I seorang pemuka agama. "Sihir tetap sihir. Dilarang agama!"
J.K. Rowling sendiri menolak dituduh sebagai 'penganjurklenik’ atau 'dunia setan'. "Sungguh saya heran, kalau ada pembaca) berpikiran saya penganjursihiryangserius," katanya. "Saya send justru tidak percaya kepada ilmu sihir, dalam arti sebagain yang mereka bicarakan!"
Rowling tertarik pada dunia sihir, hanya sebatas pada 'keajaibannya'. Atau pada sensasi yang dibuatnya. "Saya pikir sumber ini (dunia sihir ini) sangat menyenangkan. Merupakan seni Sihir selalu menjadi tema literatur anak-anak sepanjang manustfi ada!" katanya penuh keyakinan.
Toh begitu, kalau ada orangtua melarang anak-anaknya membaca Harry Potter, Rowling oke-oke saja. "Tak jadi masalah," katanya. Sebab mereka melarang atau tidak melarang, memang hak mereka. "Tapi kalau mereka (para orangtua) melakukan sensor (atas buku-buku Harry Potter), saya menentangnya dengan keras. Sebab buku menjadi tidak utuh lagi!"
KEGILAAN pada Harry Potter memang luar biasa. Menjelang jilid keempat dilempar ke pasar Juli 2001, misalnya, terlihat pemandangan menakjubkan ini: sejak pukul 15.00, jutaan anak (sebagian ditemani orangtua) telah antre di depan toko buku. Padahal, buku baru dijual keesokan harinya. Hal ini juga terjadi pada buku kelima dan keenam.
Tapi karena jutaan anak itu ingin 'memperoleh kesempatan pertama' membeli buku tersebut, maka, mereka rela... menginap di depan toko buku. Caranya dengan mendirikan kemah. Atau membawa kantong tidur. Lebih menakjubkan: jutaan anak itu berpakaian ala Harry Potter, lengkap dengan 'guratan halilintar' di wajah mereka. membawa sapu, tongkat sihir, dan sebagainya.
Dan ketika toko buku itu dibuka, terjadilah penumbangan rekor ini hanya dalam beberapa jam saja, 5,3 juta eksemplar buku Harry Potter sudah ludes terjual. Berarti, sekitar 1,8 juta anak lainnya, harus menunggu... cetakan kedua. Bisa seminggu. Bisa setengah bulan. Bisa pula satu tahun! Begitulah keranjingannya anak-anak pada Harry Potter.
Dapat dimengerti, kalau Daniel RadclifFe, pemeran Harry Potter, ternganga-nganga melihat reaksi masyarakat terhadap permainannya. Diayang dikenal sebagai anak pemalu. Diayang semula 'tanpa nama' meski pernah main dalam beberapa film atau sinetron. Kini mendadak jadi... selebriti dunia! Ketika ditanya bagaimana perasaannya, setelah memerankan Harry Potter, Daniel hanya menjawab singkat: "saya menjerit!" Menjerit takjub. Menjerit tak percaya. Menjer Sebab, ternyata, untuk memperoleh peran it mengalahkan tidak kurang 2.000 kandidat atau mereka umumnya anak Amerika—yangtampaknya I menghadapi Harry Potter.
Terbukti pula: ketika "pencalonan" dibuka lewat internet, tak kurang 40.000 anak tertarik dan ingin sekali memerankan Harry Potter. Jadi, kalau jumlah itu digabung dengan 2.000 yang menjadi kandidat, berarti Daniel Radcliffe telah mengalahkan minimal 42.000 anak yang bernafsu memerankan Harry Potter yang menghebohkan itu!
DUNIA ANAK SELALU MENJADI IMPIAN PENGARANG
LAHIRNYA buku bestseller, kadang memang aneh. Agatha Christie mulai menulis novel misteri atau dunia kriminal, karena diejek saudaranya yang tidak yakin Agatha bisa menulis. Apalagi menyamai pengarang yang ia kagumi, yaitu Sir Arthur Conan Doyle pencipta detektif Sherlock Holmes yang masyhur itu.
Agatha merasa tertantang oleh ejekan saudaranya itu. Diapun habis-habisan menggarap novel kriminal tersebut, sampai kemudian terbukti sangat laris dan menjadi bestseller. Dan membuatnya kaya raya.
Barbara Cartland sejak muda ingin punya suami bangsawan kaya. Atau, lebih tepatnya ibunya mengharuskan Cartland punya suami orang kaya dan terhormat, atau bangsawan. Perjalanan hidupnya memaksa Cartland jadi wartawan. Dari situlah Cartland kemudian mewujudkan impian ibunya, tapi dalam bentuk novel percintaan.
Ketika Cartland sendiri kemudian menikah dengan bangsawan kaya, 'tema novel' itu memperoleh pijakannya yang sangat kuat. Karena hampir seluruh novel asmara Barbara, 'tema sentralnya' tak pernah berubah: impian ibunya.
Joanne Kathleen Rowling, pencipta seri Harry Potter yang kini tengah 'menguasai dunia', juga mirip seperti itu: menjadi pengarang bestseller 'secara tak sengaja'. Pada mulanya, Rowling penggemar anak-anak. Dia sering membacakan buku untuk mereka. Karena kegemarannya itu, Rowling harus rajin mencari buku-buku yang bisa dibacakan kepada mereka. Makin hari makin banyak, sehingga bisa dibilang 'ribuan cerita anak' kemudian mengendap di dalam kepalanya. Dalam memorinya. Dalam bawah sadarnya. Dalam mimpinya.
Meski telah menjadi mahasiswa yang menekuni bahasa Prancis di Universitas Exeter, kegemaran itu terus berlanjut. Apalagi kalau menjumpai buku (anak-anak) yang menggemaskan, mencekam, menguasai seluruh perhatiannya. Buku-buku itu, dengan nama pengarangnya, akhirnya menjadi 'sahabat utamanya'.
Rowling kemudian bekerja sebagai sekretaris. Lalu menikah dengan wartawan televisi Portugal, dan pindah ke negara suaminya itu. Selain mengajar bahasa Inggris, Rowling bisa dibilang 'tak punya pekerjaan'. Seperti halnya lan Fleming sebelum menciptakan tokoh James Bond, Rowling pun berpikir: daripada takada kerjaan, apa salahnya... coret-coret menulis cerita anak?! Itulah embrio kisah-kisah Harry Potter-nya.
"Saya menulis untuk diri sendiri." Artinya: menulis hanya untuk menyenangkan hatinya. Bukan untuk suami. Bukan untuk anak seperti dulu dia sering membacakannya. Kalau toh ada ‘orang lain' di sini, tak lain adalah anak perempuannya, Jessica.
Ide tentang 'dunia sihir' dan 'anak yatim', muncul ketika Rowling naik kereta api dari London menuju Manchester ia sudah bercerai dari suaminya. Dia pergi ke Edinburg mengunjungi kakaknya perempuan.
Mungkin 'bayangan buruk' atas Jessica yang kini jadi yatim, membuat Rowling makin giat mencoret-coret kisah tentang anak-anak yang melibatkan dunia sihir. Dari bacaannya yang sangat banyak, Rowling mengetahui: dunia sihir atau dunia ajaib, dunia aneh-aneh, selalu menarik perhatian anak-anak. "Bagaimana kalau yang 'aneh-aneh' itu kemudian menjadi nyata, real?" pikir Rowling.
Itulah titik tolak Rowling menulis kisah-kisah Harry Potter. "Anak-anak selalu menjadi impian para pengarang." kata Rowling lagi, member! alasan kenapa dia memilih dunia anak untuk buku ceritanya.
Karena perceraian dan tak punya pekerjaan, Rowling harus sangat ngirit selama tinggal di Edinburg. Kemana-mana berjalan, meski tiket bus murah.
Pada setiap ada kesempatan, Rowling melanjutkan coret-coret novel anak-anaknya itu. )uga ketika di kafe, sambil menunggu anak perempuannya, Jessica, bermain. Seperti halnya Ernest Hemingway yang suka mengarang cerita di kafe, begitu pula Rowling. Dan itu berjalan sekitar dua tahun, antara 1993 hingga 1995.
"Saya marah waktu itu," aku Rowling. "Marah kepada diri sendiri, kenapa aku sampai 'menelantarkan' anak perempuanku." Ketika berkunjung ke rumah teman yang punya anak lelaki, Rowling lebih marah kepada diri sendiri: karena anak lelaki itu punya mainanyang sangat banyak di kamarnya, sementara Jessica bisa dibilang 'tak punya apa-apa'. "Aku pulang dan menangis!" aku Rowling mengenai 'pengalaman pahit' bersama anak perempuannya itu.
Depresi dan marah, membuat Rowling lebih bergairah melanjutkan novel dunia sihirnya, meski hanya untuk menyenangkan diri sendiri!
ROWLING MULAI MENULIS USIA ENAM TAHUN 'DARAH SASTRANYA' TURUN DARI IBU
JOANNE KATHLEEN ROWLING dilahirkan pada 1965 di Chipping Sodburry, South Gloucestershire. Rowling beruntung, karena ibunya sangat mencintai dunia buku. Sementara ayahnya insinyur pesawat terbang.
Agaknya, 'darah seni' atau 'darah sastrawannya' memang menitis dari ibunya itu. Masih belum jelas apakah ibunya pencinta buku yang gagal menjadi sastrawan. Tapi kecintaannya pada buku benar-benar menurun deras ke anak perempuannya ini. Pada usia 6 tahun, misalnya, Rowling sudah menulis cerita.
Sejak itu pula, Rowling punya cita-cita jadi pengarang. Cita-cita ini tidak pernah padam, terbukti dia sudah menghasilkan du novel sebelum akhirnya lahir cerita tentang Harry Potter. Novel itu hanya disimpan di laci. Entah akan dibiarkan seperti itu, atau pada akhirnya diterbitkan juga—tentu dengan revisi—setelah namanya terkenal.
Perkawinan JK Rowling dengan wartawan Portugal itu hanya bertahan satu tahun, meski sempat melahirkan satu anak perempuan, Jessica.
Lantas, di mana sebenarnya Rowling mulai menulis Harry Potternya? Ada_yang mengatakan di Edinburg. Ada pula yang mengatakan di Portugal. Tapi menurut Tim Bouquet (The Wizard Behind Harry Potter) kisah itu dimulai corat-coret di Portugal. Berarti saat masih menjadi istri sang wartawan, sekaligus mengajar bahasa inggris.
Setelah cerai, Rowling pergi ke Edinburg, dan tinggal bersama saudaranya, Di, yang jadi pengacara. Lalu tinggal di apartemen sendiri, meski kecil. Rowling harus benar-benar irit.
Rowling kembali jadi guru, di samping mengasuh Jessica dan meneruskan corat-coretnya tentang Harry Potter. "I am a single man. I did and still do write in cafes..."
Seperti Hemingway, tempat yang paling disukai untuk meneruskan corat-coret ceritanya tentang Harry Potter adalah di cafe. Sekalian menunggu anaknya perempuan bermain. Ketika novel pertama seri Harry Potter itu rampung (berjudul Harry Potter and the Sorcerer's Stone), tak satu pun penerbit mau menerimanya. Salah satu yang selalu jadi ganjalan bagi mereka adalah : kisah itu bersetting asrama sekolah. Di samping itu, plot cerita tersebut juga "terlalu kompleks, seperti juga kalimat-kalimat (dalam cerita itu)".
Singkatnya: buku Harry Potter tidak punya prospek bila diterbitkan jadi buku. Tak akan laku!
Tapi Rowling punya pendapat lain: dia yakin bukunya 'akan dibaca orang', meski barangkali tidak akan pernah menjadi bestseller. Sebagai maniak buku, khususnya novel-novel menegangkan atau penuh misteri, Rowling tahu: cerita thriller selalu menarik. Masalahnya tinggal: masyarakat punya kesempatan membaca atau tidak. Artinya: Rowling memang harus menemukan penerbit yang mau mencetaknya menjadi buku. Jadi, bukan harus menuruti penerbit untuk mengubah plot maupun setting ceritanya. Dalam hal ini, Rowling tidak mau kompromi.
Penerbit untuk mengubah plot maupun setting ceritanya. Dalam hal ini, Rowling memang tidak ada kompromi. Dia punya keyakinan sendiri mengenai karyanya itu.
Rowling benar: akhirnya Bloomsburry mau menerbitkannya. Lalu, dengan bantuan 12.000 dolar dari Dewan Kesenian Skotlandia, Rowling meneruskan seri keduanya: Harry Potter and the- Chamber of Secrets.
Rowling memang sudah merencanakan bukunya akan terbit dalam tujuh seri. Hal ini dirancang sejak 1990, ketika ide awalnya muncul. Buku pertama dimatangkan selama dua tahun, 1993 1995. Lalu diterbitkan, tapi royalti pertamanya baru dia terima pada 1997.
Tahu menjadi 'orangtua tunggal' memang tidak mudah, Rowling langsung memasukkan royalti itu ke rekeningnya di bank. "Aku tidak tahu apakah royalti itu akan datang lagi atau tidak." katanya dengan polos. Tapi satu hal pasti: dia gembira akhirnya buku pertamanya dapat diterbitkan!
Buku pertama itu memang tidak dicetak banyak. Dan agaknya yang paling tipis dari semua bukunya yang terbit kemudian. Dapat dipahami: Rowling belum tahu 'reaksi pasar'. Karena itu, dia tidak ingin menulis buku tebal, khawatir penerbit makin takut menghadapinya!
TERJUAL TIGA EKSEMPLAR PUN IBUKU AKAN SANGAT BANGGA!
KARENA mendapat dukungan dana, buku kedua J.K. Rowling, Harry Potter and the Chamber of Secrets, cepat dapat diterbitkan. Berbeda dengan buku pertamanya yang harus 'keliling dari satu penerbit ke penerbit lain' sebelum akhirnya bisa dicetak jadi buku dan diedarkan.
Seperti halnya karya-karya John Grisham, baru buku kedualah yang kemudian benar-benar bom. Meledak di pasar. Nama J.K. Rowling yang semula 'tidak dikenal sama sekali', mulai jadi omongan dari mulut ke mulut. Memuncak ketika buku ketiganya, Harry Potter and the Prisoner of Azkaban, dilempar ke pasar: langsung ke deretan bestseller*.
Kalau semula para penerbit mencibir dan emoh dengar nama J.K. Rowling, kini sebaliknya: hampir semua penerbit iri pada Bloomsburyyang punya 'hak menerbitkan' karya-karya Rowling.
Nama Rowling meroket di angkasa penerbitan buku. Para wartawan menyerbu ke tempat tinggal Rowling, atau di mana pun dia berada, untuk meminta 'wawancara eklusif dengannya. Ironis jadinya: semula Rowling menikah dengan wartawan, lalu 'dibuang', tapi kini... justru wartawan dari seluruh penjuru dunia memburunya!
Rowling yang sebenarnya termasuk wanita pemalu, merasa sangat kerepotan menghadapi serbuan wartawan itu. Apalagi, flat tempat tinggalnya hanya kecil. Itu sebabnya, Rowling lebih sering meninggalkan flatnya dan 'lari' ke mana saja yang aman. Dari situlah terlintas pikiran: harus secepatnya punya rumah sendiriyang besar dan aman, agar kehidupan sehari-harinya tidak terganggu. Juga agar dia dapat menulis lanjutan 'seri Harry Potter' lebih tenang. Selama ini, Rowling memang merasa senang menulis di kafe. Tapi hal itu tak mungkin dilakukan lagi. Dia mudah dikenali publik, dan ini 'sangat berbahaya' bagi privacy-nya.
Tapi Rowling tak perlu khawatir lagi: rekeningnya di bank, makin hari makin panjang deretan nolnya. Apalagi ketika buku keempatnya, Harry Potter and the Goblet of Fire, terbit pula. Ini buku paling tebal. Tapi toh justru... paling laris! Paling cepat lenyap dari rak-rak toko bukuyang memajangnya, karena bahkan sebelum terbit pun, jutaan penggemarnya sudah menanti!
Hingga buku keempatnya itu, diperkirakan Rowling sudah mengantungi royalti sekitar 40 juta dolar, atau lebih dari Rp. 400 miliar. Bayangkan: kalau Rp. 35 miliar saja dapat menggqyang Gus Dur. Lalu Rp. 40 miliar membuat Akbar Tanjung di ujung tanduk. Lantas, apa yang bisa dilakukan Rowling dengan kekayaannya yang Rp. 400 miliar lebih itu? Ditambah dengan honor dari bukunya yang difilmkan Warner Bros, janda satu anak yang baru berusia 37 tahun ini, memang bisa 'membeli apa saja yang diinginkan'. Tapi, tentuyang pertama dilakukan adalah membeli rumah besar. Dan itu sudah dilakukan Rowling. Dia membeli mansion yang dikenal sebagai Killie chassie House. Rumah besar bergaya Skotlandia ini, dibangun seorang jenderal pada 1865, di tepi sebuah sungai yang indah di jantung Skotlandia. "Senang rasanya punya rumah sendiri!" kata Rowling dengan rendah hati. Rowling pernah menangis karena anak tunggalnya, Jessica, tidak punya mainan seperti anak kenalannya.
Dia juga harus berpayah-paj/ah menjadi guru agar tidak kelaparan. Harus jalan kaki ke mana pun pergi, agar bisa mengirit belanja. Kini semua itu 'selamatj tinggal'. Rowling bisa menulis lanjutan seri Harry Potter, bukul kelima, di tepi sungai_yang indah, di lingkungan rumahnya sendiri, tanpa harus terganggu lalu lintas, seperti dulu ketika masih menulis di kafe-kafe. Atau langsung menulis di laptop-nya, sambil menikmati udara sekitar yang sangat sejuk dan menenteramkan.
Rowling kini memang 'bisa membeli apa saja yang diinginkan'. Juga apabila dia menginginkan mobil model terakhir, agar tidak kelelahan berjalan. Tapi, ternyata, yang diinginkan justru... 'kunjungan' ibu kandungnya yang sudah meninggal!
Di saat Rowling menjadi penulis bestseller tanpa landing (khususnya di toko buku), dia justru teringat pada ibunya, yang bagaimanapun telah mewariskan 'bakat sastra' ke dirinya. Ibunya yang maniak buku, benar-benar telah 'memberi tuah berganda' pada janda Rowling.
"miss her daily." aku polos Rowling. "Setiap hari aku kangen padanya. Rasanya aku selalu mendengar suaranya... sungguh sangat menyakitkan!" "Aku yakin ayahku bangga (pada suksesku ini)," katanya lagi. "Tapi yang lebih bangga, tentu ibuku. Sebab buku adalah gairah terbesarnya.
Punya anak perempuan yang bisa menulis buku, past! membuatnya bangga. Bahkan seandainya, aku hanya bisa menjual tiga eksemplar bukuku!" Tiga buku jelas sangat ekstrem. Karena nyatanya, hingga seri keenam, buku Rowling yang terjual sudah mencapai 270 juta eksemplar lebih!