Orang-Orangan Sawah Yang Mengerikan


      Siang itu angin berhembus agak kencang,  menghembuskan udaranya yang sejuk. Parmin terlihat asik duduk bersila di bawah pohon bambu yang cukup rimbun sambil memainkan layangannya. Ia tak sendirian bermain, ada teman-temannya juga yang bermain layangan tapi mereka lebih memilih bermain di lapangan tak jauh dari tempat Parmin duduk. Salah satu dari mereka yang bernama Udin datang menghampiri Parmin.
      "Enak betul kau Min duduk2 santai disini.." "Yah...semilir angin ini membuatku sedikit ngantuk" jawab Parmin sambil menguap panjang. "Wah payah kau, hari masih siang begini kau sudah mengantuk!" ejek Udin. "Bagaimana dengan burung merpati yang kau jual itu, laku berapa?" "Sedikit Min, cuma sepuluh ribu" jawab Udin dengan wajah memelas. "Ya jelas saja, punyamu kan jenis merpati biasa bukan merpati aduan, pantas saja harganya murah".
      "Lalu burung apa saja selain burung merpati yang harganya mahal Min, dan dimana aku bisa mendapatkannya?" tanya Udin dengan mimik muka serius. "Menurutku yang harganya mahal adalah jenis burung Prenjak, dan kau bisa mendapatkannya di sawah milik Mang Usman. "Tapi bukankah sawah milik Mang Usman itu sekarang sudah mulai hampir panen, dia pasti tidak akan mengijinkan kita ke sana!" "Kita sembunyi2 saja kesana, aku jamin kita tidak akan ketahuan!". Jawab Parmin dengan enteng. "Tapi Min, bukan itu sebenarnya yang membuatku takut. Apa kau tidak mendengar cerita2 seram penduduk desa sini mengenai sawah milik Mang Usman itu?" "Belum, memangnya kenapa Din?" tanya Parmin penasaran.
       "Konon kabarnya sawah milik Mang Usman itu ada penunggunya semacam makhluk halus, dan para penunggu itu ditugasi oleh Mang Usman untuk menjaga sawah miliknya dari tangan2 jail yang mengganggu sawah miliknya". Parmin terdiam sejenak mendengar cerita itu, namun kemudian ia tersenyum sendiri. "Alaah, itu sih cuma isu saja. Sebentar lagi kan Mang Usman itu mau panen, mungkin saja dia sengaja membuat cerita seperti itu agar panennya nanti lancar dan berhasil kan? Sewaktu melewati sawahnya aku tak pernah menemukan hal2 yang aneh disana". "Tapi Min, bagaimana kalau kita tiba disana nanti terjadi apa2 dengan kita?" tanya Udin ragu2. "Sudahlah din, biar aku saja yang mengatasinya, lagipula kita disana cuma berburu burung saja, tidak bermaksud macam2 kan!" kata Parmin sambil menarik lengan Udin. Ia mengajaknya pergi ke tempat di mana sawah milik Mang Usman berada.
      "Tuh, kau lihat sendiri kan banyak sekali burung Prenjak disini!" kata Parmin sambil menunjuk sekumpulan burung yang berkumpul di sekitar sawah milik Mang Usman. "Kau benar Min, kita akan dapat buruan yang banyak hari ini!" kata Udin dengan penuh semangat, ia seakan telah lupa dengan cerita2 seram mengenai tempat itu. Mereka kemudian menyiapkan sebuah jala untuk menangkap burung2 itu.
      Dengan hati-hati mereka berjalan mengendap-ngendap memasuki sawah milik Mang Usman. Segera dipasangnya jala itu diatas rerimbunan tanaman padi yang menurut mereka akan dilalui oleh burung2 itu. Kemudian mereka menunggu dengan tenang kehadiran burung2  itu sambil duduk dengan berjongkok di bawah. Dan tak beberapa kemudian satu, dua ekor burung telah masuk ke dalam perangkap mereka.
      "Kau lihat sendiri kan Din, burung2 itu telah masuk ke dalam perangkap kita. Sebentar lagi kita kita akan memperoleh uang yang banyak!" kata Parmin dengan wajah gembira. "Tapi Min, bukankah ini sudah cukup? Ayo kita segera pulang!" ajak Udin sambil memasukkan kedua burung itu ke dalam sebuah kantung kecil. "Jangan, kita tetap disini saja dulu, kita tunggu hingga lebih banyak burung yang terperangkap di jala itu!"
      Seakan terhipnotis Udin menuruti saja kemauan Parmin itu, hingga tak terasa hari telah beranjak sore mereka masih belum beranjak dari tempat itu. Dan tak berapa lama kemudian tiba2 Udin merasa ingin buang air kecil. Ia lalu pamit sebentar pada Parmin untuk mencari tempat untuk buang air kecil tak jauh dari situ. Lega rasanya begitu ia telah menyelesaikan acara buang air kecilnya itu. Ia lalu memutuskan segera kembali ke tempat Parmin berada.
      Namun sebelum beranjak dari tempatnya itu, sepintas dilihatnya ada sesuatu yang berada di antara rerimbunan padi yang berada di belakangnya. Dihampirinya sesuatu yang membuatnya penasaran itu. Ia terkejut melihat sosok yang berada di rerimbunan tanaman padi itu. Ternyata itu hanyalah orang-orangan sawah yang biasa digunakan oleh para petani untuk mengusir hama burung di sawah milik mereka. Orang-orangan sawah itu memang sengaja dipasang oleh pemiliknya untuk mengusir burung-burung yang suka memakan biji padi. Ia tertegun sejenak melihat orang-orangan sawah itu. Tapi....ada yang aneh dengan orang-orangan sawah itu. Dilihat dari bentuk memang sama dengan bentuk orang2an sawah pada umumnya. Terbuat dari jerami yang diikat dan dibentuk sedemikian rupa hingga menyerupai bentuk orang. Tapi yang membuatnya heran kenapa orang2an sawah itu diberi sebuah celurit di tangannya? Bukankah orang2an itu digunakan hanya untuk mengusir burung2 yang berkeliaran di tempat ini? Atau itu memang di memang disengaja oleh Mang Usman untuk menambah kesan garang pada orang2an sawah miliknya?
       Semilir angin berhembus cukup kencang sore hari itu, dan tiba2 saja udin merasa bulu kuduknya berdiri, ia merasa ada kekuatan yang aneh pada orang2an sawah itu. Ia merasa orang2an sawah itu memiliki roh dan jiwa hingga membuatnya tampak hidup. Apalagi pada kedua bola mata orang orangan sawah itu tampak seperti kedua bola mata manusia yang seakan-akan diambil dan dicangkokkan pada orang2an sawah.Wajah orang2an sawah itu seperti menatap tajam ke arahnya.Hal itu membuat Udin bergidik ngeri,baru kali ia melihat orang2an yang tampak menyeramkan seperti itu. Segera ditinggalkannya tempat itu. Ia lalu kembali ke tempatnya semula di mana Parmin berada.
      "Kenapa lama sekali disana, apa kamu tersesat Din?" tanya Parmin sambil tersenyum mengejek. "Tidak, tadi disana aku menemukan orang2an sawah yang aneh, bayangkan orang2an sawah itu membawa sebuah celurit di tangannya!" kata Udin dengan wajah ketakutan. "Walah Din, kalau hanya itu saja sih kenapa mesti takut? Mungkin saja Mang Usman memasangkan celurit di orang2an sawah miliknya itu supaya kesannya lebih mengerikan dan membuat takut orang2 sepertimu!" kata Parmin sambil tertawa lebar.
      Udin hanya diam saja mendengar ejekan Parmin. Dalam hati ia masih penasaran dengan orang2an sawah yang sempat membuatnya merinding tadi. Hari telah menjelang senja dan mereka telah lama berada di tempat itu. Dan tiba saatnya parmin merasa cukup dengan jumlah buruannya sore hari itu. Dan ketika mereka akan beranjak pulang, mereka melihat lalu lalang seseorang di sekitar sawah hingga menghentikan sementara niat mereka untuk pulang.
      "Eh bukannya itu Mang Usman? apa yang dilakukannya disini?" tanya udin keheranan. "Mungkin saja ia lagi memeriksa ladang sawahnya, hanya untuk berjaga - jaga" kata Parmin mencoba untuk menenangkan. Mereka terus menunggu di balik rerimbunan tanaman padi hingga Mang Usman pergi dari pandangan mereka. Dan tak terasa hari telah beranjak larut dan waktu yang ditunggu - tunggu itu akhirnya telah tiba. "Yah akhirnya dia sudah pergi jauh sekarang, tapi saking lamanya kita jadi kemalaman disini!" keluh Udin sambil menyeka keringatnya yang jatuh akibat ketegangan yang menghinggapi dirinya tadi. "Apa yang harus kukatakan pada orangtuaku dirumah, mereka pasti marah besar kalau tahu aku pulang selarut ini!" kata udin dengan penuh kecemasan. "Katakansaja pada orang tuamu sesampainya di rumah nanti kalau kamu tadi sore belajar bersama di rumahku" kata Parmin memberi saran. "Tapi mana ada kerja kelompok sampai selarut ini Min, mereka takkan percaya begitu saja!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Post