Senin, 04 Oktober 2010

Dunia Mini Part 9 : Waktu Telah Habis!

"Turunkan aku disini Pak!” kata Maggie pada supir yang mengantarnya. “Ooh tentu nona, aku akan menurunkanmu disini” sahut supir mobil itu. Maggie lalu segera beranjak turun dari mobil itu dan tak lupa ia mengucapkan terima kasih. “Ooh sama - sama nona, semoga kita bisa berjumpa lagi dilain kesempatan..” “Ya, semoga saja” sahut Maggie sambil tersenyum. “Kalau begitu aku pergi dulu ya, daaa...” kata supir mobil itu sambil melambaikan tangannya ke arah Maggie. “Daa juga..” sahut Maggie.

Sepeninggal supir mobil itu Maggie lalu melangkahkan kakinya menuju ke arah Dreamland. Tak lama kemudian ia sudah berada tepat di depan tempat itu. “Bertemu lagi dengan supir gila itu? Ooh sungguh membuatku muak!” gerutu Maggie mengenai supir mobil tadi. Ia kini telah berada di dalam gedung Dreamland, namun tiba - tiba saja ada banyak anak - anak yang berhamburan keluar dari tempat itu. Wajah mereka terlihat sedih dan kecewa.

Melihat hal itu Maggie lalu bertanya pada salah satu dari mereka. “Ada apa dengan mereka semua? Mengapa mereka terlihat sangat sedih?” tanya Maggie sambil membungkukkan badannya. “Tuan Willy pergi menghilang entah kemana dan ia telah berbohong pada kami tentang Miniland yang ia janjikan dan kami takkan pernah mempercayainya lagi!” jawab anak kecil itu dengan nada gusar.

Maggie sangat terkejut mendengarnya. Ia tak menyangka Willy yang juga teman baiknya itu akan bersikap seperti itu. “Tenang adik kecil, tuan Willy tidak mungkin seperti itu. Mungkin ia sedang berhalangan hadir atau ia lagi membuat kejutan untuk kalian.” Kata Maggie berusaha menenangkan. “Tidak kak, aku tidak akan pernah lagi mempercayainya!” kata anak kecil itu sambil melangkah pergi meninggalkan Maggie.

Maggie lalu melangkah ke dalam gedung, ia ingin segera mengetahui apa sebenarnya yang telah terjadi disini. “Ya ampun sepi sekali disini dimana yang lainnya?” tanya Maggie pada salah seorang petugas yang berjaga disitu. “tuan Ozy menyuruh anak - anak itu pulang dan menyuruh kami menutup tempat ini.” jawab petugas itu. “Lalu dimana tuan Willy?” “Entahlah nona Maggie, kami sendiri tak tahu keberadaannya hingga kini. Tapi saya tadi melihat ia bersama seorang anak kecil pergi ke atas di ruang Miniland.” jawab petugas itu. “Oh aku mengerti, terima kasih atas informasinya.” kata Maggie.

Ia lalu pergi ke lantai atas menuju ke ruangan dimana Miniland berada. Ia lalu menghidupkan monitor yang digunakan untuk memantau keadaan para pemain di dalam. “Dimana, dimana kalian sekarang berada?” kata Maggie sambil memperhatikan monitor itu satu per satu. Dan tak lama kemudian ia berhasil menemukannya.

“Oh ya ampun, ternyata kalian sekarang berada diatas jembatan gantung itu! Ya ampun Daniel kasihan sekali kamu!”. Maggie terkejut ketika menemukan posisi mereka dalam monitor. Apalagi mereka berdua sekarang berada dalam kesulitan. Tuas Miniland ini berada pada level yang paling sulit! Uh siapa yang demikian tega melakukan hal ini? Tidak mungkin mereka sendiri yang melakukannya! Atau jangan..?”

Maggie lalu segera keluar dari ruangan dengan mimik muka menahan amarah. “dimana Ozy sekarang?” tanya Maggie pada salah seorang karyawan yang kebetulan lewat di depannya. “Entahlah nona, ia telah pergi entah kemana.” jawab karyawan itu. “Grrr...awas kalau ketemu nanti kau Ozy!” geram Maggie sambil mengepalkan jari - jari tangannya. Ia lalu kembali ke dalam ruangan dan kemudian memonitor kembali keadaan Daniel dan Willy.

“Aduuh kasihan sekali mereka, sedangkan aku disini tak bisa berbuat apapun untuk mereka..” kata Maggie sambil tertunduk sedih. Dalam kesedihannya itu tiba - tiba ia teringat dengan sebuah balon Zeppelin yang dipajang pada langit - langit di ruang depan untuk mereka yang akan masuk ke Dreamland. Dan tiba - tiba saja ia mendapat ide. “Oh kenapa tidak pakai itu saja?” ujarnya sambil tersenyum. Ia lalu segera menuju ke luar ruangan dan menyuruh para karyawan yang berada di bawah untuk menurunkan balon Zeppelin itu.

“Nah akhirnya bisa keluar juga kakimu.” Kata Willy kertika berhasil mengeluarkan kaki Daniel dari lubang patahan itu. “Oh syukurlah” sambil menarik nafas panjang. “Ya ampun Daniel coba lihatlah! Mereka semua berebut masuk ke dalam jembatan ini, ayo kita teruskan larinya!” “Krr..raaakk…kraaakkk!!!”. tiba – tiba tercengar bunyi sesuatu yang patah. Ya, jembatan gantung itu mulai patah menjadi dua bagian akibat kelebihan beban!

“Ya ampun jembatan ini mulai patah, Daniel cepat berpenganganlah pada tali itu!” perintah Willy pada Daniel ketika jembatan gantung itu mulai ambruk. Mereka berdua lalu berpegangan pada tepian tali jembatan agar tidak terperosok jatuh ke bawah. Namun manusia - manusia kera yang berusaha mengejar mereka tidak menyadari akan hal itu sehingga mereka tidak bergantungan pada sisi manapun pada jembatan hingga mengakibatkan mereka semua terjatuh ke bawah menuju ke dasar jurang yang menganga yang siap menyambut mereka di bawah sana.

“Lihat tuan, mereka semua terjatuh ke bawah!” kata Daniel sambil melihat ke belakang. “Ya, itu karena mereka begitu bodohnya mengejar kita sampai kemari, tapi jangan senang dulu Daniel, karena aku sendiri tak yakin kita bisa keluar dari sini hidup - hidup.” kata Willy optimis. “Akupun juga berpikir demikian, tapi kita harus tetap mencoba untuk naik ke atas atau kalau tidak seluruh bagian dari jembatan ini akan terperosok juga ke bawah!” “Kau benar Daniel, sekarang ayo kita coba memanjat naik ke atas!”.

Mereka mencoba memanjat naik ke atas melalui sela - sela kayu lantai jembatan dengan susah payah. Tiba - tiba terdengar suara letusan gunung berapi disertai gempa berkekuatan dahsyat. “Ada apa ini tuan, kenapa bisa terjadi seperti ini?” tanya Daniel dengan mimik muka ketakutan. “Celaka, waktu kita telah habis! Oh ya Tuhan, celakalah kita kali ini!” kata Willy sambil menundukkan kepala. Ia tak kuasa menahan kesedihan yang telah menimpa dirinya sekarang.

“Tuan, kau tak apa - apa? Ayo kita ter..” “Kraak..Kraaakkk!!!” belum selesai Daniel bicara tiba - tiba papan kayu yang menjadi pegangan Daniel patah seketika akibat efek dari guncangan dahsyat itu, dan kemudian Daniel pun terjatuh dari pegangannya.... “Tidaakkk...tuan tolong aku...!! .” “Gotcha! Akhirnya aku bisa memegangi tanganmu, hampir saja!” kata Willy sambil memegangi erat tangan Daniel. “Ya Tuhan, ini sangat mengerikan sekali! Aku hampir saja terjatuh dan mungkin segera menyusul mereka dibawah!” kata Daniel dengan nafas terengah - engah. Ia hanya bisa memejamkan matanya rapat - rapat, takut suatu waktu nanti ia akan terjatuh ke bawah.

“Terima kasih tuan, kau telah menolongku.” “Sama - sama Daniel, berpeganganlah yang erat aku tak mau kau terjatuh!” “Tapi apa kita bertahan dengan posisi seperti ini? Tanganku terasa lemas, aku sudah tak kuat lagi tuan!” “Daniel bertahanlah! Jangan katakan yang tidak - tidak, aku tak akan pernah melepaskan tanganmu walaupun kita hanya bisa bertahan disini sampai ajal menjemput kita!”

“Menjemput ajal katamu? Itu tak mungkin terjadi!” Tiba - tiba terdengar suara seseorang dari atas. Daniel dan Willy terkejut karena setahu mereka hanya mereka berdualah yang ada di tempat itu. “Tuan, lihatlah diatas sana, bukankah itu nona Maggie? Sepertinya ia datang untuk menolong kita!” kata Daniel dengan gembira. “Haai, aku datang untuk menolong kalian!” kata Maggie sambil melemparkan sebuah tangga yang terbuat dari tali ke arah Daniel dan Willy yang berada di bawah. “Hei Daniel, ayo cepat raihlah tali itu!” Daniel yang sudah terlihat lemas dan sakit lalu mencoba meraih tali itu disusul Willy kemudian. Willy lalu menuntun Daniel yang sudah sakit itu untuk memanjat tali itu menuju ke atas. Dan akhirnya dengan susah payah mereka sampai juga di Balon Zeppelin itu.

“Ooh syukurlah kau dan Daniel tidak apa – apa…Aku sangat mencemaskan kalian hingga membuatku datang kemari untuk menolong.” “Ooh terima kasih Maggie, tanpa pertolonganmu tadi kami mungkin takkan bisa selamat seperti ini.” sahut Willy. “Oh maaf aku lupa, ini pakailah selimut untuk menghangatkan badan kalian untuk sementara, kalian pasti basah dan kedinginan sehabis berpetualang tadi bukan?” kata Maggie sambil memberikan sepasang selimut pada Daniel dan Willy.

“Terima kasih nona Maggie atas selimutnya, kau adalah pahlawan bagi kami.” kata Daniel memuji. “Oh terima kasih atas pujiannya, setelah kita sampai nanti aku akan membelikanmu coklat yang banyak, nah sekarang duduklah yang tenang ya.” kata Maggie sambil tersenyum ramah. “Maggie jangan lupa setirnya…!” Kata Willy mengingatkan. “Oh maaf Wil aku lupa!” kata Maggie sambil kembali ke tempat duduknya di depan.

“Maafkan aku, aku terlambat menolong kalian tadi. Karena kau tak hadir pada pembukaan acara tadi, maka semua anak – anak pengunjung itu akhirnya pulang dengan raut wajah kecewa”. kata Maggie sambil tertunduk lesu. “Sudahlah tak apa, janan sedih begitu Maggie, yang terpenting bagiku sekarang adalah kita semua selamat. Mengenai anak – anak itu akan kita pikirkan nanti, oke?”. Kata Willy berusaha menenangkan.

“Ya kau benar Wil, yang penting sekarang kau dan Daniel bisa selamat, kau memang orang yang sangat tegar!” puji Maggie. “Ooh coba lihat meteor meteor itu tuan, mereka datang dari arah langit!.” Tunjuk Daniel sambil melihat dari kaca di belakangnya. “Ya itu pertanda permainan ini telah berakhir Daniel, kiamat telah datang…Miniland telah hancur!” terang Willy menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Post