Sabtu, 09 Oktober 2010

Raib di Sahara


Penerbangan memecah rekor Inggris-Cape Town yang diharapkan menjadi tonggak kebangkitannya justru menjadi akhir bagi Captain Bill Lancaster. Ia takluk oleh keganasan Gurun Sahara, Bahkan jasadnya harus menunggu 29 tahun untuk ditemukan. Seperti diungkap Terry Gwynn-Jones dalam Aviation History kisah hidupnya yang tak kalah seru disbanding scenario film Hollywood dengan bumbu percintaan segitiga dan pembunuhan pun bertambah lengkap dengan akhir yang tragis.

Lahir di Birmingham, Inggris pada 1898, Bill Lancaster berimigrasi ke Australia sebelum pecah Perang Dunia I. Pada tahun 1916, ia mendaftarkan diri masuk Angkatan Bersenjata Australia dan bertugas di Timur Tengah dan Perancis sebelum dipindahkan ke Australian Flyng Corps untuk mengikuti pelatihan pilot. Setelah perang mereda, ia bergabung dengan Britain’s Peacetime Royal Air Force (RAF).

Sifat tanpa basa basi dan pemberontak, mantan petinju amatir dan tentara berkuda yang berhasil ini sempat membuat komandannya tidak senang karena menikah di usia belia, 21 tahun. Padahal saat itu Britain’s Military Services memberlakukan aturan yang tidak mengakui jaminan pernikahan untuk mencegah perwira menikah di bawah usia 25 tahun.

Masa tugas Lancaster di RAF berakhir pada 1927, setelah bertugas di India sebagai pilot tempur. Sulitnya mendapat pekerjaan sebagai penerbang, membuat pria berahang persegi ini memutuskan untuk mengukir namanya dengan terbang ke Australia menggunakan Avro Avian. Pesawat bermesin Cirrus ADC 80 tenaga kuda ini merupakan salah satu turunan baru dari British light Touring planes. A.V.Roe and Co.Ltd setuju untuk menyediakan Avian khusus berjarak jauh dengan harga korting, dan Shell menawarkan bahan baker gratis. Meskipun demikian, Lancaster tidak bisa mendapatkan dana yang cukup untuk melakukan penerbangan.

Peluang datang ketika dalam suatu pesta di London, Lancaster di perkenalkan kepada Jessie Miller, wanita asal Australia. Dikenal teman-temannya sebagai “Chubbie” yang tinggal berjauhan dengan suaminya, seorang wartawan Australia. Cita-cita Chubbie menjadi wanita pertama yang melakukan penerbangan panjang ke Australia membuat ia membujuk Lancaster untuk membawanya sebagai penumpang sebagai imbalan bagi dana yang ia sediakan.

Istri Lancaster setuju dan melepas mereka di Croydon Airport, London pada 14 Oktober 1927. Menuju Darwin menggunakan Avro Avian Mk.III Red Rose, Lancaster tidak berencana untuk memecahkan rekor kecepatan. Kebetulan pula rekor penerbangan 14.000 mil mereka terganggu cuaca buruk, masalah mesin dan akhirnya mendarat darurat di sebuah pulau luar Sumatera Indonesia, sehingga untuk menuju Darwin dia menghabiskan waktu lebih lima bulan. Sementara menunggu mesin diperbaiki, mereka disalip Avro Avian yang diterbangkan “Hustling” Bert Hinkler –Lindbergnya Australia- dalam penerbangan solo perintisnya ke Darwin. Orang-orang memberi sambutan hangat saat Bill dan Chubbie akhirnya mendarat di Darwin. Ini adalah penerbangan terpanjang yang menyertakan seorang wanita. Mereka kemudian melakukan tur, memberikan kuliah dan hadir dalam berbagai resepsi. Enam bulan bersama, Bill dan Chubbie akhirnya saling jatuh cinta.

Tahun 1928 mereka berlayar ke AS untuk berperan dalam sebuah film Hollywood yang nyatanya tidak pernah diproduksi. Enam bulan kemudian Lancaster terbang keliling Amerka mempromosikan mesin pesawat Inggris. Keputusan untuk rujuk didorong orangtuanya yang religius tidak berhasil. Sang istri kembali ke Inggris, menolak untuk menceraikan Lancaster.

Sementara Chubbie yang mendapat lisensi pilot dari Red Bank School di New Jersey memulai karir penerbang. Tahun 1930 ia memecahkan rekor kecepatan penerbangan transcontinental bolak balik dengan”killer” monoplane yang dinamai Alexander Bullet. Orang Amerika menjulukinya “The Australian Aviatrix” saat muncul dalam Women’s Aerial Derby and the Ford Reliability Tour.

Untuk melukiskan petualangannya, tahun 1932 Chubbie mempekerjakan Hayden Clarke, seorang penulis muda yang tinggi dan berwajah tampan. Clarke tinggal bersam Miller dan Lancaster di rumah sewaan di Miami. Karena sulitnya pekerjaan sebagai penerbang lepas saat itu akibat depresi besar di Amerika, Lancaster pergi ke Mexico untuk bekerja dan meninggalkan Chubbie bersama si penulis muda.

Chubbie yang kesepian ditinggal Lancaster akhirnya menerima pinangan Clarke. Dengan hati hancur dan amarah yang memuncak, Lancaster pulang dan memohon Chubbie untuk memikirkannya kembali. Lucunya, kendati terjerat dalam cinta segitiga, trio ini tetap tinggal bersama hingga terjadi tragedi yang mengawali kehancuran Lancaster. Malam 20 April 1932, Clarke tertembak di kepala dan meninggal beberapa jam di rumah sakit. Sminggu kemudian polisi menangkap Lancaster karena dua catatan bunuh diri yang ditemukan ternyata palsu. Lancaster harus menjalani persidangan yang saat itu dianggap sensasional. Meskipun berjalan alot, terungkap bahwa Clarke menderita

ketidakseimbangan mental, berpoligami, pecandu obat-obatan dan sebelumnya pernah mengutarakan keinginan untuk bunuh diri.

Yang mengesankan hakim, bukti buku harian Lancaster. “Adalah hak istimewa aku untuk dapat melihat jauh ke dalam jiwa seorang lelaki melalui buku hariannya, yang semata ditujukan untuk dirinya sendiri. Sejauh pengalan saya, tidak pernah saya menemui seorang yang lebih terhormat dibandingkan dengan Captain Lancaster,” kata Hakim kepada juri. Lancaster diputuskan tak bersalah dan dibebaskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Post